Selasa, 29 Desember 2009
Kekuatan Doa dan Usaha
Diposting oleh Cantik Hijauku di 19.22
Suatu pagi di sebuah perkampungan miskin, tampak seorang ibu dengan penuh semangat sedang mengolah adonan untuk membuat tempe. Pekerjaan membuat dan menjual tempe telah digelutinya selama bertahun-tahun, sepeninggal suaminya.
Saat membuat adonan, sesekali pikirannya menerawang pada sepucuk surat yang baru diterima dari putranya yang sedang berada jauh di daerah lain untuk menuntut ilmu.
Dalam surat itu tertulis, “Bunda tercinta, dengan berat hati, ananda mohon maaf harus mohon dikirim uang kuliah agar dapat mengikuti ujian akhir. Ananda mengerti bahwa bunda telah berkorban begitu banyak untuk saya. Ananda berharap secepatnya menyelesaikan tugas belajar agar bisa menggantikan bunda memikul tanggung jawab keluarga dan membahagiakan bunda, Teriring salam sayang dari anakmu yang jauh.”
Dua hari lagi adalah “hari pasaran”. Saat itulah, biasanya tempe hasil buatan si ibu dibawa ke pasar untuk dijual. Kali ini, dia berencana membuat tempe dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya. Harapannya, dia bisa mendapatkan lebih banyak uang sehingga bisa mengirimkan biaya kuliah ke anaknya.
Kemudian, si ibu pun sibuk berdoa dengan khusyuk di sela-sela waktu yang tersisa menjelang keberangkatannya ke pasar. Dia memohon kepada Yang Maha Kuasa, agar diberi mukjizat: tempenya siap dijual dalam keadaan jadi. Tetapi, sampai tibanya ia di pasar, tempenya tetap belum jadi.
Sepanjang hari itu, dagangannya tidak laku terjual. Si ibu tertunduk sedih. Matanya berkaca-kaca membayangkan nasib anaknya yang bakal tidak bisa mengikuti ujian.
Saat hari pasar hampir usai, para pedagang lain pun mulai meninggalkan pasar. Tiba-tiba, datanglah seorang ibu. Dia berjalan dengan tergesa-gesa.
“Bu, saya lagi nyari tempe yang belum jadi,” sapanya, “Dari tadi kok, nggak ada, ya? Ibu tahu saya harus cari ke mana?”
“Loh untuk apa tempe belum jadi kok, dicari?” tanya si ibu penjual tempe terheran-heran.
“Saya mau membeli untuk dikirim ke anak saya di luar kota. Dia sedang ngidam tempe khas kota ini!” kata si ibu calon pembeli.
Ibu penjual tempe ternganga mendengar kata-kata yang baru didengarnya. Dia seakan tak percaya pada nasib baiknya, seolah tangan Tuhan memberi kemurahan padanya.
Akhirnya, dagangan tempenya diborong habis tanpa sisa. Dia begitu senang, bersyukur, dan bertambah yakin bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya selama manusia itu sendiri tidak putus asa dan tetap berjuang.
Saat membuat adonan, sesekali pikirannya menerawang pada sepucuk surat yang baru diterima dari putranya yang sedang berada jauh di daerah lain untuk menuntut ilmu.
Dalam surat itu tertulis, “Bunda tercinta, dengan berat hati, ananda mohon maaf harus mohon dikirim uang kuliah agar dapat mengikuti ujian akhir. Ananda mengerti bahwa bunda telah berkorban begitu banyak untuk saya. Ananda berharap secepatnya menyelesaikan tugas belajar agar bisa menggantikan bunda memikul tanggung jawab keluarga dan membahagiakan bunda, Teriring salam sayang dari anakmu yang jauh.”
Dua hari lagi adalah “hari pasaran”. Saat itulah, biasanya tempe hasil buatan si ibu dibawa ke pasar untuk dijual. Kali ini, dia berencana membuat tempe dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya. Harapannya, dia bisa mendapatkan lebih banyak uang sehingga bisa mengirimkan biaya kuliah ke anaknya.
Kemudian, si ibu pun sibuk berdoa dengan khusyuk di sela-sela waktu yang tersisa menjelang keberangkatannya ke pasar. Dia memohon kepada Yang Maha Kuasa, agar diberi mukjizat: tempenya siap dijual dalam keadaan jadi. Tetapi, sampai tibanya ia di pasar, tempenya tetap belum jadi.
Sepanjang hari itu, dagangannya tidak laku terjual. Si ibu tertunduk sedih. Matanya berkaca-kaca membayangkan nasib anaknya yang bakal tidak bisa mengikuti ujian.
Saat hari pasar hampir usai, para pedagang lain pun mulai meninggalkan pasar. Tiba-tiba, datanglah seorang ibu. Dia berjalan dengan tergesa-gesa.
“Bu, saya lagi nyari tempe yang belum jadi,” sapanya, “Dari tadi kok, nggak ada, ya? Ibu tahu saya harus cari ke mana?”
“Loh untuk apa tempe belum jadi kok, dicari?” tanya si ibu penjual tempe terheran-heran.
“Saya mau membeli untuk dikirim ke anak saya di luar kota. Dia sedang ngidam tempe khas kota ini!” kata si ibu calon pembeli.
Ibu penjual tempe ternganga mendengar kata-kata yang baru didengarnya. Dia seakan tak percaya pada nasib baiknya, seolah tangan Tuhan memberi kemurahan padanya.
Akhirnya, dagangan tempenya diborong habis tanpa sisa. Dia begitu senang, bersyukur, dan bertambah yakin bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya selama manusia itu sendiri tidak putus asa dan tetap berjuang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
met taon baru ya..
tanks udah koment di blog saya, emang sih kita harus ikhtiar dengan usaha yang real tidak berpangku tangan, namun juga diingat harus minta ijin pada Allah agar berhasil, salam kenaL
wow, karangan yang bagus sekali Mbak, he he, btw, komentar emas embak ditunggu sangat sekali di blog sederhana nan jelekku, terima kasih banyak
met tahun baru juga. terus berjuang jadi lebih baik lagi ya.
Posting Komentar